Monday, November 10, 2008

Mengenal Jauh Ikhwânul Muslimîn

Prolog
Pasca runtuhnya tiran jahiliyyah pada Fathu Makkah bulan Ramadhan tahun 8H, dari sini sejarah Islam mulai menggetarkan hati penduduk bumi. Tak ayal lagi, penduduk bumi berbondong-bondong seraya menundukkan jiwa raga bagi Islam1, karena dengan dua kalimat syahadat berarti manusia telah berikrar rela dituntun dan diatur oleh aturan Al Qur'an dan As Sunnah.
Dalam waktu yang panjang Islam menjadi imam dari peradaban dunia, dan semua bangsa berkiblat kepada peradaban Islam. Dinamika sosial, etika perpolitikan dan tata negara, yang jauh-jauh hari sudah dirumuskan oleh Rasulullah Saw. dan menjadi menjadi sandaran utama umat Islam selanjutnya.
Sepeninggal Rasulullah, Abu Bakar ra. menjadi khalifah pertama umat Islam, dalam kepemimpinannya beliau masih melakukan perbaikan internal dan rekonstruksi fondasi negara. Dimulai dari penyelesaian menghadapi nabi-nabi palsu dan kaum murtaddin, juga menertibkan kelompok yang enggan membayar zakat. Disamping itu beliau meneruskan misi ekspansi Usamah bin Zaid yang sempat terhenti karena mendengar kabar kematian Rasul2. Ciri khas etika politik internal yang dipakai Abu Bakar dalam pemerintahannya adalah: Memerintah dengan konsep syura, Kodifikasi Al Qur'an dan mengusng prinsip egaliter (Taswiyah) antar manusia3.
Ketika Abu Bakar mempunyai firasat bahwa ajalnya sudah dekat, beliau segera menulis wasiat dan memilih Umar bin Khattab untuk menjadi khalifah sepeninggalnya (Istikhlâf)4. Dibawah kekhilafahan Umar, peradaban Islam semakin maju, terlihat dari corak administrasi negaranya yang melahirkan Diwan5, disamping meluasnya ekspansi Islam keberbagai wilayah seperti; Mesir Romawi, Persia.
Diakhir pemerintahannya, Umar membentuk panitia pemilihan khalifah yang terdiri dari; Ali Utsman, Talhah, Zubair, Sa'ad dan Abdurrahman. Ke-enam orang ini berembuk yang selanjutnya tiga orang diantara mereka mengundurkan diri, tinggal Abdurrahman, Utsman dan Ali. Lalu Abdurrahman mulai mendatangi rumah-rumah penduduk untuk meminta pendapat mereka tentang dua orang yang akan nantinya menjadi khalifah, yaitu Ali atau Utsman. Walhasil, Utsman terpilih menjadi khalifah6. Selama dua belas tahun dalam pemerintahan Utsman, Islam dapat melebarkan sayapnya hinga ke Armenia dan Afrika Utara. Sifat Utsman yang lemah lembut, penyayang, dan suka menetralisir masalah, ini dimanfaatkan oleh kabilahnya dari bani Umayyah, sehingga di beberapa posisi administrasi negara berhasil diduduki bani Umayyah. Diusianya yang sudah lanjut, Utsman syahid atas buah dari kesalahpahaman umat Islam dan karena provokasi dari Abdullah bin Saba7.
Setelah lima hari umat Islam mengalami vacum of khalifah, terpilihlah Ali sebagai pengganti Utsman. Di masa pemerintahannya beliau dihadapkan oleh konflik internal dan Fitnah Kubrâ (The Big Chaos), dimulai dari demonstrasi menuntut penyelesaian darah Utsman, perang Jamal sampai perang Siffin. Yang kesemua konflik ini ditunggangi oleh Abdullah bin Saba8.
Ali terbunuh dan kekhilafahan digantikan oleh Hasan bin Ali, lalu diteruskan Bani Umayyah yang pemerintahannya memakai sistem monarchi, namun setelah itu dikalahkan bani Abbasiah sehingga bisa memegang tampuk kekhilafahan. Pada tahun 1924 dimulailah babakan keruntuhan Khilafah Islamiah atas inisiatif Mustafa Kemal Ataturk, yang kemudian negara Islam terpecah belah menjadi negara-negara kecil (Duwailât). Dan Barat, yang sedari dulu menjadi penonton peradaban, kini mulai menemukan titik lemah Islam sehingga dengan mudahnya mereka mulai melakukan penyerangan besar-besaran kepada negara-negara Islam, dan berhasil menanamkan pemikiran, sosial, militer dan politik ala Barat9.

Muncul Karena Efek Keruntuhan Khilafah Islamiah
Runtuhnya Khilafah Islamiah dibarengi dengan imperialisme Barat ke pelbagai wilayah Islam, ini berpengaruh besar terhadap jalan hidup (way of life) umat Islam. Sebab Barat tidak hanya menjajah negara secara fisik, tapi sistem kehidupan umat Islampun dipaksa untuk dirubah. Hasilnya, umat Islam tidak lagi memperhatikan rumus hidup mereka, syari'at Islam mereka ganti dengan undang-undang buatan manusia (lebih tepatnya buatan Barat), peradaban Barat merasuki gaya hidup mereka, wanita-wanita barat, minuman keras serta panggung dansa dihidangkan Barat untuk mereka. Semua ini mempunyai misi agar peradaban Barat menjadi model peradaban baru bagi umat Islam10.
Bentuk penjajahan seperti ini sebenarnya sudah berlangsung lama dilancarkan imperialis Barat, istilah Gold, Glory dan Gospel mereka bingkai dalam terma ekspansi. Namun mereka sadar bahwa "Obat Kuat" umat Islam, adalah Islam itu sendiri. Sehingga mereka mulai melakukan pembusukan dari dalam umat Islam, dengan menyebar bid'ah-bid'ah dalam agama oleh pion-pion mereka, Orientalis. Yang akhirnya merasuk di akal-akal lemah muslim dan terkabullah keinginan Barat, yaitu runtuhnya kekhilafahan yang diyakini sedari dulu mampu memelihara suhu ke-Islaman bagi rakyatnya. Dengan runtuhnya kekhilafahan ini mereka semakin menemukan kemudahan, dalam melancarkan imperialismenya. Usaha yang mereka mulai dari abad ke XIII, kini menemukan keberhasilan di tahun 1924.
Sekali lagi, keruntuhan Khilafah Islamiah adalah ulah dari para pemuda yang tergiur fatamorgana Barat. Dan penyakit ini masih menjangkit di hati-hati muslimin sempalan saat ini, sehingga westernisasi mereka anggap telah menjadi tren modernisasi. Karena secara manusiawi, menurut Ibnu Khaldun memang ada kecenderungan orang-orang yang kalah untuk menjiplak pemenang11. Dan kini yang menjadi pemenang adalah Barat, maka tidak sedikit fenomena penjiplakan banyak terjadi. Sebut saja Taha Husain yang mengusung fanatik butanya terhadap Barat, dia berkata dengan nada inferioritasnya (Ihbâth) terhadap Islam "Kita mesti mengikuti perjalanan bangsa Eropa dan melangkah di rute mereka, dengan menjadikan mereka Andâdan dan partner dalam peradaban. Mengambil apa yang baik dan buruknya Eropa, manis dan pahitnya, yang dicintai dan dibenci, serta yang dipuji dan tak terpuji"12.
Bagi yang memiliki akal yang sehat, pasti berpikir untuk menyelesaikan masalah fenomena sosial seperti ini. Tidak cukup hanya dengan rekonstruksi, tapi mesti mereformasi (Tajdîd) tatanan hidup yang ada. Maksud Tajdîd disini berarti mereformasi tatanan kehidupan sebagaimana way of life-nya generasi pertama (I'âdatul hayât ilâ mâkâna 'alaihi salafus shâlih), dengan tidak merubah ranah-ranah immutable (Tsawâbit). Karena jika Tajdîd menjamah dan merubah ranah yang immutable, berarti dia telah mendirikan agama baru.
Diantara yang memiliki akal sehat itu adalah Hasan Albanna, seorang anak dari bapak yang shaleh tukang servis jam. Di usianya yang masih belia, 22 tahun, dia sudah mampu berpikir luas memikirkan kemaslahatan umat Islam. Ideologi dia dituangkan di lembaga da'wah yang didirikannya bernama "Da'watul Ba'ts wal Inqâdz", yang kemudian menjelma menjadi "Ikhwanul Muslimîn" (selanjutnya ditulis: IM), tahun 1928 di kota Ismailiah dan pindah perkembangannya di Kairo tahun 193213. Lembaga ini memiliki misi merekrut umat dan menggerakkannya (Tahrîk) ke jalan yang diridlai Allah Swt., maka pada masa ini mulai muncul terma baru yaitu Harakah Islâmiyyah, sebagai pengganti dari istilah Harakah Qaumiyyah (Gerakan Nasionalisme)14.
Namun disayangkan, pada waktu itu ulama Al Azhar disibukan dengan problem internal hasil dari siasat pemerintah –atas petunjuk imperialis-, dengan maksud agar menjauhkan pengaruh Al Azhar dari masyarakat. Adapun kaum sufi sibuk dengan dzikir dan tarekat-tarekat sufinya15. Seakan semua bungkam sibuk dengan urusan pribadi dan golongan, ada juga yang terlena oleh hal-hal baru yang disodorkan Barat. Maka tidak heran jika ada orang yang melahirkan ide brilian pada periode seperti ini, dapat merekrut massa yang banyak dan dikenang ide-idenya dalam waktu yang panjang.
Albanna hidup dalam penjajahan Barat dan dalam pernak-pernik gaya hidup Barat yang diikuti muslimin waktu itu. Sebab itu gerak da'wah yang diusungnya tidak sebatas Tawâshau bil haq wa tawâshau bis shabr, namun bergerak progress ingin menggantikan kembali undang-undang negara yang dipakai saat itu. Sebab aspek inilah yang membuat muslimin mati jiwanya saat itu, dan yang menyebabkan Palestina diduduki Yahudi.

Perjalanan histori IM terbagi ke dalam lima babak: 16
1. Babak pembentukan dan penyebaran
Periode ini dimulai dari tahun 1928 sampai terbunuhnya Hasan Albanna, 12 Februari 1949. Diawal penyebaran da'wahnya, Albanna memulainya dengan mendekati para ulama dan tokoh masyrakat. Tidak berhenti disana, Albanna mulai merekrut kekuatan dari mahasiswa Al Azhar dan Darul Ulum, dan bersama mereka Albanna menyebarkan da'wah di kafe-kafe, tempat fitnes, gelanggang olah raga, dll. Albanna mengkonsentrasikan perekrutannya kepada para pemuda, karena dia yakin bahwa pemuda mudah dan bisa diajak berpikir dan bergerak progress. Dalam idealisme da'wahnya, Albanna hanya memberikan pilihan: jalan syari'at Islam yang dapat menyelamatkan manusia dari degradasi moral dan rusaknya peradaban, atau undang-undang thagut yang malah merusak moral dan peradaban manusia.
Ketika gerak da'wahnya berpindah ke Kairo pada tahun 1932, pengikutnya kian bertambah. Terlihat dalam waktu hanya empat tahun, pada tahun 1938 IM dapat mengerahkan massa sebanyak 4000 lebih, untuk berdemo menuntut penegakan syari'at Islam. Juga pada musim haji Albanna bersama ratusan pemuda IM, dengan mengenakan seragam jalabiah dan peci putih menghadiri undangan Raja Abdul Aziz yang juga dihadiri para diplomat dari berbagai negara Islam. Disana mereka berorasi di hadapan tamu-tamu undangan, mengajak untuk menegakan syari'at Islam17.
Ketika Albanna melihat pemerintah Mesir dan negara-negara Arab lainnya lemah dan bergantung kepada Inggris dan Yahudi, dia membentuk Badan Rahasia IM yang dibai'at -dengan Al Qur'an dan Pistol- agar mereka siap mengorbankan jiwa dan raganya demi syari'at Islam, tahun 1946. Badan Rahasia ini dipimpin oleh Abdurrahman As Sanadi yang membawahi diantaranya Jamal Abdun Nasir18. Dimulai tahun 1936 IM sudah mengerahkan pasukannya ke Palestina untuk melawan Yahudi, namun pada perang terakhir yang dikenal dengan perang At Tabbah 86, tahun 1948, Albanna mengirimkan lagi sebanyak 10.000 pasukan menuju Palestina, karena melihat gelagat pasukan Arab yang terlihat berniat menyerahkan Palestina ke tangan Yahudi. Pasca perang At Tabbah 86, 8 Desember 1948, seluruh anggota IM ditangkap pemerintah Mesir kecuali Albanna, dengan alasan mengirimkan pasukan ke Palestina tanpa seizin pemerintah.
Albanna bersikukuh ingin ikut rombongan anggota IM yang ditangkap, karena dia merasa bertanggung jawab atas semua ini. Namun polisi menolak dan mendorongnya, Albanna seketika berteriak "Jadi kalian ingin membunuhku?!". Firasat Albanna ini terbukti pada tanggal 12 Februari 1949, ketika keluar dari rumah saudaranya dia diberondong peluru di taksi yang ditumpanginya. Albanna pun diangkut ke Rumah Sakit, namun pemerintah melarang siapapun mengobatinya, dan akhirnya Albanna meninggal kehabisan darah tanpa perawatan. Jasad Albanna hanya diiring oleh dua orang menuju penguburannya, karena pemerintah melarang orang-orang mendekati penguburan Albanna, disamping itu anggota IM masih banyak berada di tahanan19.
2. Babak Vacum of Mursyid, Mursyid ke II, sampai tahun 1954
Pasca kematian Albanna, suasana keamanan negara semakin diperketat, penangkapan anggota-anggota IM terus berlangsung. Dus, IM mengalami Vacum of Mursyid dua tahun lamanya, dan diangkatlah Hasan Hudlaibi Mursyid ke II pada tahun 1951. Pada periode Mursyid ke II ini, IM masih dalam tahap pembenahan internal, disamping masih juga melancarkan manuver-manuver melawan penjajah, seperti manuver yang dilakukan untuk menyerang lokomotif Inggris yang berisikan serdadu Inggirs dan persenjataan, tahun 21 Januari 1951.
Ada dua sejarah besar yang tidak dapat dilupakan IM sampai saat ini; pertama, pembunuhan terhadap Hasan Albanna, kedua, Revolusi Mesir. IM memberikan kontribusi besar dalam revolusi yang dilancarkan untuk menggulingkan status quo Raja Faruq, tanggal 23 Juli 1952. Diawali dengan permintaan Jamal Abdun Nasir -waktu itu Jamal sudah keluar dari IM pasca perang At Tabbah 86- kepada Dewan Penasehat IM di Kairo, agar membantu gerakan revolusinya. Namun karena keputusan ini milik Mursyid IM, maka Dewan Penasehat tidak dapat memutuskan, disamping Mursyid pada waktu itu berdomisili di Alexandria, dan membutuhkan perjalanan 2 hari untuk kesana. Jamal pun menunggu keputusan Mursyid, yang akhirnya disetujuinya dengan mewanti-wanti kepada Dewan Penasehat agar Jamal berjanji menegakkan syari'at Islam pasca revolusi20.
Saya berpandangan, bahwa kebijakan Hasan Hudlaibi ini bertentangan dengan idealisme mendiang Hasan Albanna. Albanna menolak dengan keras usaha revolusi rakyat, karena beliau menganggap itu tidak bermanfaat dan malah menampakkan sikap radikalisme21.
Revolusipun berhasil dengan mulus dan Raja Faruq dideportasi. Hudlaibi bergegas mendatangi Jamal dan mengingatkan kembali tentang perjanjian pra-revolusi. Namun tak dinyana, Jamal berkelit dan berkata bahwa tidak ada perjanjian seperti itu sebelumnya dengan Dewan Penasehat IM. Walhasil, IM pulang dengan tangan kosong dan Jamalpun diangkat menjadi presiden Mesir dengan menggunakan undang-undang Thagut.
3. Babak IM vis a vis Jamal, hingga tahun 1970
Rakyat Mesir pada pemerintahan Jamal mengalami tekanan yang sangat dahsyat. Kebebasan berkspresi dibendung oleh kelaliman pemerintah (The man behind the gun), Jamal yang tadinya anak asuh IM kini membuka kedok aslinya. Dia intens melakukan hubungan diplomasi dengan Amerika, Yahudi dan Komunis uni Soviet. Yang memang sebelum revolusi Jamal didukung secara moril oleh Amerika, sehingga permintaan Jamal kepada Amerika agar Inggris tidak intervensi dalam revolusipun dikabulkannya.
Jamal menawarkan Mesir kepada Uni Soviet untuk bergabung dalam blok kamunis, dan berniat mengubah sistem pemerintahan Mesir dengan sistem komunis. Namun untungnya, dengan Kuasa Allah Swt., Uni Soviet menolak mentah-mentah tawaran Jamal. Adapun hubungan Jamal dengan Yahudi sudah berlangsung lama, bahkan ketika dia masih menjadi angota Badan Rahasia IM. Disaat dia dikirim bersama anggota IM menuju Palestina, dia memanfaatkan momen untuk berhubungan dengan Yahudi. Bahkan di akhir ajalnya, dia menawarkan Mesir agar menjalin hubungan baik dengan Israel22.
Disamping Jamal berhasil memberantas sistem feodalis yang telah mengakar kuat di dada para bangsawan pemerintahan raja Faruq. Jamal membatasi kekayaan kaum borjuis dengan membuat undang-undang pembatasan hak milik tanah, dan bagi siapa saja yang memiliki tanah lebih dari yang telah dibatasi, maka tanah tersebut disita dan dibagikan kepada fakir miskin.
Pada masa pemerintahan Jamal, IM semakin ditekan, dan siapa saja yang meneriakan yel-yel "Kembali kepada Qur'an dan Sunnah", dituduh sebagai pemberontak yang bisa mengganggu integrasi bangsa. Karenanya, tidak sedikit anggota IM yang menjadi tahanan politik Jamal, termasuk Sayyid Qutub.
Jamal meninggal pada tahun 1967 setelah merasakan penyakit gula dari mulai tahun 1962, kemudian dia dikebumikan pada tahun 197023.
4. Babak IM bersama Anwar Sadat, tahun 1971 sampai tahun 1975
Sepeninggal Jamal, Mesir dipimpin oleh Anwar Sadat yang pada masa kepresidenan Jamal, Sadat sebagai wakil presidennya. Mesir, di bawah kepemimpinannya menjadi negara yang memiliki sistem kapitalis yang hanya menguntungkan orang-orang borjuis. Karena pada masa ini Mesir sedang dalam tahap pembangunan, maka Anwar Sadat mulai mendekati negara Adi kuasa, Amerika, sehingga Mesir menjadi negara ketergantungan kepada Amerika.
Pada kepemimpinan Anwar Sadat ini, Mesir berhasil mengusir Israel dari Sinai, akan tetapi pasca perang, kondisi ekonomi Mesir menjadi carut marut karena keuangan terarah kepada pendanaan perang. Sehingga harga I'sy (makanan pokok Mesir) menjadi naik, dan demonstrasi rakyatpun tak bisa dibendung.
Pemerintahan Anwar Sadat tidak jauh beda dengan pemerintahan Jamal, karena Anwar Sadat adalah hasil didikan langsung dari Jamal. Sehingga kebijakan politisnya sama seperti Jamal dalam menangani rakyat yang "merong-rong" kekuasaannya. Tapi meskipun demikian, pada masa Sadat dari tahun 1971 sampai 1975, Tapol dari anggota IM semuanya dibebaskan.
Pemerintahan Anwar Sadat dapat digulingkan dengan berhasilnya usaha pembunuhan terhadapnya pada tahun 1981, tiga peluru behasil mendarat di tubuh Anwar Sadat sehingga membuat nyawanya melayang. Tapi yang menjadi keganjilan yaitu soal satu peluru yang mendarat di punggung Anwar Sadat, padahal penembak saat itu berada di posisi depan dia. Dua peluru mendarat di dadanya, dan satu peluru "gaib" mendarat di punggung Anwar Sadat, peluru siapakah itu? Wallâhu A'lam.
5. Babak rekonstruksi IM dan rekrutmen ulang
Dimulai pada masa kepemimpinan Umar At Tilmisani sampai saat ini.
Hasan Hudlaibi wafat pada tahun 1973 dan kemursyidan dilanjutkan Umar At Tilmisani pada tahun 1976. At Tilmisani lebih mengonsentrasikan jama'ah kepada rekonstruksi internal dan rekrutmen ulang, setelah pada masa Mursyid ke II mengalami benturan yang sangat keras dengan pemerintah. Adapun pada periode saat ini, langkah IM lebih lues daalam menghadapi pemerintah, sehingga tidak sedikit anggota IM yang berhasil duduk di parlemen. IM menyebar ke beberapa negara seperti; Al Jazair, Maroko, Yaman, Sudan, Palestina, Suria, Urdun, Libanon, Inggris, Kuwait, Tunis Emirat, Bahrain, Aman dan Qatar24.

Corak Pergerakan IM
Tidak ada sekecil apapun golongan yang tidak memiliki Khitthah yang diusungnya, karena khitthah merupakan ruh yang menggerakan suatu kelompok. Sebab itu mustahil jika ada suatu kelompok yang tidak memiliki khitthah, meskipun ada itu hanya segerombolan orang yang tidak memiliki tujuan bersama.
Untuk mengenal jauh sebuah jama'ah, kita dapat memakai pisau analisa dibawah ini:25
1. Mengenal Asas dan konsepsi suatu jama'ah
Pergerakan suatu jama'ah pasti berangkat dari Asas dan konsepsi yang diusungnya, adalah IM dapat dikenal dan bertahan sampai sekarang karena memiliki Asas yang masih dan tetap relevan sampai kapanpun. Albanna menegaskan bahwa perangkat (baca: Asas) IM adalah sebagaimana manhajnya Salafus Shalih yang dipimpin Rasulullah Saw26, dengan berpegang kepada Al Qur'an27 dan As Sunnah. Bekal mereka adalah iman dengan arti yang luas (Syumul), serta Jihâd fî Sabîlillâh, karena panji da'wah Islam tidak akan berkibar jika tidak dibarengi dengan jihad, pengorbanan dan kesungguhan28.
Karena di saat kita meneriakan yel-yel "Islam adalah agama juga negara", maka idealisme ini mesti bersandar kepada Al Qur'an dan As Sunnah, sebab tidak ada lagi undang-undang yang Allah Swt. berikan, kecuali Al Qur'an dan As Sunnah. Dalam kedua sandaran ini kita bisa menemukan terdapat dua perangkat hukum: pertama, hukum-hukum yang memerintahkan agar menjalankan agama, mencakup urusan akidah dan ibadah. Kedua, hukum-hukum yang berkenaan dengan pengaturan negara dan sosial kemasyarakatan, seperti; perdata, pidana, konstitusi, HAM, dll29.
IM memiliki konsep pengikatan antara; ideologi dengan akidah, nidzam dan manhaj, yang mana hal ini tidak bisa terhenti oleh kondisi, tidak terikat oleh jender dan tidak dibatasi oleh geografis. Dus, jama'ah IM bukanlah partai politik, meskipun politik merupakan kaidah Islam yang membentuk ideologi mereka. Juga bukan sebuah yayasan, meskipun perbaikan dan rekonstruksi merupakan tujuan besar mereka30. Artinya, IM mencoba merepresentasikan sosok Islam yang integral, yang diawali aplikasinya di lingkungan jama'ah mereka. Asas dan konsepsi IM ini terangkum dalam 20 Testimoni (Washâya 'Isyrîn) Hasan Albanna.
Dan lagi, Albanna menegaskan bahwa ideologi IM adalah: 1. Da'wah Salafiah, yang mengajak kembali kepada Islam dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. 2. Thariqah Sunniyah, yang mengamalkan Sunnah di segala aspek, terlebih aspek akidah dan ibadah. 3. Haqîqah Sûfiyah (Esensi Sufi), yang mengusung bahwa asas perbaikan adalah kesucian jiwa dan pembersihan hati, tekun beramal, berpaling dari materi, mencintai karena Allah, dan (diri) terkait kepada kebaikan. 4. Hai'ah Siyasiyah (Lembaga politik), yang menginginkan perbaikan undang-undang internal, mendidik rakyat tentang arti izzah, kemuliaan dan cinta tanah air. 5. Jamâ'ah Riyâdliyyah (Klub olah raga), yang memelihara tubuh mereka, meyakini bahwa seorang mu'min yang kuat lebih baik dan dicintai oleh Allah dari pada seorang mu'min yang lemah, sehingga adengan ini bisa memikul beban ibadah seperti; shaum, shalat, haji dan jihad. 6. Râbithah 'ilmiyyah wa tsaqafiyyah (klub saintis), sebagaimana Islam memerintahkan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslimin dan muslimah. Dan klub ikhwan, adalah klub yang mengkaji keilmuan, edukatif, mentarbiyah jasad, akal dan ruh. 7. Syirkah Iqtishâdliyyah (Perusahaan perekonomian), karena Islam memahami pengaturan uang, perolehan yang halal dengan sandaran sabda Rasul "Barang siapa yang di sore harinya kelelahan karena usahanya, dia diampuni di sore harinya". 8. Fikrah Ijtimâ'iyyah (Ideologi Sosial), karena mereka memahami tentang arti penyakit sosial dan berusaha mengobati masyarakat31.
2. Mengenal Tujuan jama'ah
Asas dan konsepsi yang ditawarkan IM tadi bukanlah hal yang baru (Muhdatsah), karena ini memang yang menjadi pegangan umat Islam pada kepemimpinan Nabi Muhammad Saw.. Namun pegangan ini menjadi asing di telinga-telinga muslim pasca keruntuhan khilafah Islamiah, apatah lagi dengan muslim saat ini. Sehingga jika mereka mendengar kata-kata "Islam adalah agama juga negara", serta-merta mereka mengambil posisi pertahanan bahkan ada yang terang-terangan menolak.
Begitupun dengan tujuan yang ditawarkan IM bukanlah hal yang baru, karena tujuan dari IM adalah ingin membentuk generasi baru dari umat Islam produk dari didikan Islam yang benar, yang nantinya bisa mewarnai umat dengan warna Islam di setiap lini kehidupan32. Lebih jelasnya IM ingin membangun; manusia muslim, keluarga muslim, masyarakat muslim, pemerintah muslim, tanah air muslim, emperor muslim dan akhirnya da'wah tersebar keseluruh pelosok dunia33.
Jika Asas dan konsepsi suatu jama'ah syumul, maka tujuannyapun mesti syumul. Begitupun dengan IM, jika Asas yang dijadikan sandaran IM bersifat syumul, tanpa batas kondisi, situasi, dan geografis, maka tujuan yang dicapainyapun mesti mereka petakan sesempurna mungkin. Dimulai dari titik personal sampai ultimate goal yang luas lagi cakupannya (baca: Khilafah Islamiah).
3. Mengenal Akses yang dipakai dalam mencapai tujuan
Sesempurna apapun Asas dan Tujuan yang disodorkan, namun jika Akses yang dipakainya tidak relevan dan tidak dapat memberikan fasilitas demi tercapainya tujuan. Maka Asas dan tujuan itu tak ubahnya mutiara yang terkubur lumpur. Jadi pastinya, Asas, Tujuan serta Akses mesti interdependen satu sama lainnya, jika roda jama'ah ingin tetap berputar.
Demi mewujudkan cita-cita jama'ahnya yang paripurna, Albanna merancang akses yang diawali dengan:34
a. Manhaj yang benar yang diambil dari Al Qur'an dan As Sunnah. Pastinya ini dilakukan untuk memberikan pemahaman keislaman yang benar bagi umat Islam.
b. Kontributor da'wah yang beriman. Karena teko yang kosong tidak dapat mengisi cawan.
c. Leadership yang teguh lagi terpercaya. Karena pemimpin adalah tauladan bagi yang dipimpinnya.
Selanjutnya akses ini diwujudkan dalam bentuk nyata dengan frame da'wah, ini diawali dengan konsep Tarbiyah Islamiyah. Yang mana Tarbiyah ini memiliki mediator-mediator (wasâ'il), dan di setiap mediator memeiliki sub-sub mediator:35
A. Mediator umum:
a. Ideologi jama'ah, yang meyakini bahwa syari'at Islam bersifat syumul, dan meyakini bahwa Asas Islam adalah Al Qur'an dan As Sunnah, serta yakin bahwa Islam adalah agama yang komprehensif yang menghukumi semua lini kehidupan.
b. Manhaj jama'ah yang mengusung kekuatan dan menafikan despotisme (Kelaliman), mencita-citakan tegaknya hukum Allah dan mendambakan lehir kembali Khilafah Islamiyah.
B. Mediator Khusus:
Menghidupkan Usrah36, Katîbah37, Rihlah (piknik)38, Mukhayyam39, Daurah40, Nadwah (Simposium)41, Mu'tamar (Konfrensi)42.

Dalam menggapai cita-citanya, akses IM tidak terhenti sebatas personal dan golongan an sich (Fa hasb), tetapi dilanjutkan ketingkat sosial, nasional dan internasional. Sebab tujuan akhir IM adalah mewujudkan tegaknya kalimat Allah yang tinggi. Akses IM yang saya maksudkan disini adalah:43
a. Seputar etika politik, yurisdiksi dan administrasi negara. Dalam akses ini terdapat 10 jalan, termasuk permaslahan partai politik, amandemen undang-undang, perkuat militer, hubungan diplomasi dengan negara-negara Islam, monitoring pemerintah, dll.
b. Seputar sosial dan sains. Terdapat 30 jalan yang mengangkat masalah, moral, sains, ideologi, kesehatan, dll.
c. Seputar ekonomi. Terdapat 10 jalan mencakup urusan zakat, produksi, investasi, industri, pertanian, undang-undang buruh, dll.

Dialektika dan Diskursus Seputar Corak Pergerakan IM
Tidak ada satu makhluk pun yang tidak memiliki kekurangan, apatah lagi dengan ide hasil cipta makhluk Tuhan, kemungkinannya akan semakin lebih besar lagi. Kekurangan yang ada tidak lantas kita hukumi sebagai dosa besar, tapi kita mesti memperbaikinya, dan kalaupun tidak bisa, cukup menutupinya dengan kelebihan yang dimiliki. Toh, bisa jadi kekurangan atau kesalahan yang kita anggap ada pada orang lain, malah buah dari kesalahan kita dalam menilai orang lain. Terburu-buru dan subjektif dalam menilai sesuatu, malah berbuah kesalahan yang lebih besar lagi, atau lebih ngerinya malah berbuah skisma (perpecahan) dan heresy (Takfîr).
IM sebagai lembaga da'wah hasil cipta manusia, juga pasti memiliki kekurangan atau pernah melakukan kesalahan. Dan saya memandang, kekurangan dan kesalahan yang ada dalam tubuh IM tidak sampai menyentuh Asas jama'ah, tapi hanya terjadi di Tujuan atau di Akses. Karena Asas yang dipakai IM bersifat sakral (Tsubut) dan infallible (Tidak dapat salah), yang tidak memiliki kekurangan sedikitpun. Bisa saja anggota IM menawarkan suatu ideologi atau konsepsinya, namun tidak sengaja bertentangan dengan Asas jama'ah.
Pada poin ini saya hanya menyodorkan sebagian dialektika dan diskursus yang sering terjadi antara IM dan jama'ah lain, dan yang saya sodorkan di bawah ini saya anggap sangat urgen.

1. IM dan Sufi
Di saat Albanna menjelaskan bahwa ideologi IM mencakup diantaranya, esensi sufi (Haqîqah Sûfiyah), tidak sedikit pengikutnya salah dalam menginterpretasikan ucapannya ini. Ada yang menafsirkan ucapan Albanna ini mengajak manusia agar memasuki salah satu tarekat sufi. Padahal menurut Sa'id Hawwa seorang tokoh dan pemikir IM, dalam bukunya Jaulât Al Fiqhain Alkabîr wal Akbar di jaulah ke VIII hlm. 154 mengatakan "Pergerakan IM berjiwakan sufi dan mengambil esensi sufi dengan tidak mengambil sisi negatifnya"44. Juga Albanna sendiri tidak pernah mengajak anggotanya agar memasuki tarekat sufi, meskipun Albanna sendiri adalah salah satu dari murid tarekat sufi yang bernama Tarekat Al Hashâfiyyah45, Abul Hasan An Nadawi menuturkan dalam bukunya At Tafsîr As Siyâsî lil Islâm hlm. 138-39 "Syaikh Hasan Albanna memberikan bagian tarbiyah ruhiyah untuk pembentukan jiwanya dan harakah besarnya. Di awal urusannya –sebagaimana dituturkannya- bergabung dalam tarekat Al Hasâfiyyah Asy Syâdziliyyah, dan telah menjalankan program-program (tarekat), dzikir-dzikirnya secara dawam. Seorang tokoh dan sahabat karibnya menuturkan kepada saya bahwa beliau (Albanna) masih suka menjalankan program-program (tarekat) beserta wirid-wiridnya sampai akhir hayatnya dan meskipun di sela-sela kesibukannya"46.
Albannapun tidak pernah mengajak anggotanya agar memasuki tarekatnya, tapi mengajak jama'ah untuk mengikuti esensi dari sufi. Sebagaimana keterangannya, karena esensi dari sufi adalah mengusung bahwa asas perbaikan adalah kesucian jiwa dan pembersihan hati, tekun beramal, berpaling dari materi, mencintai karena Allah, dan (diri) terkait kepada kebaikan47. dan lagi menurut Albanna tasawuf yang dimaksud adalah: bersikap zuhud di dunia, berpaling kepada akhirat dan bersungguh-sungguh dalam menta'ati Allah48. Lebih tegas lagi Albanna berkata: "Wahai para pemuda, sungguh salah sangkaan orang bahwa jama'ah IM adalah jama'ah Darâwîsy49, yang mengungkung diri mereka dalam lingkaran sempit arti ibadah, mereka hanya mementingkan shalat, shaum, dzikir dan tasbih. Adapun muslim yang unggul tidak mengenal –apalagi mempercayai- Islam dengan penggambaran seperti itu. Tetapi mereka (Muslim yang unggul) meyakini Islam mencakup akidah dan ibadah, tanah air dan negara, makhluk dan materi, peradaban dan perundang-undangan, toleransi dan kekuatan"50.
Jadi, maksud yang ingin ditekankan Albanna adalah makna dari esensi sufi, bukan istilahnya. Karena istilah sufi ini sudah dikenal orang dengan penggambaran yang disebutkan Albanna tadi. Adapun memakai terma (istilah) seperti ini tidak dilarang dalam agama, disamping Nabipun pernah memakai terma yang mana terma ini diharamkan oleh agama Islam. Sebagaimana dalam sabdanya: "Sesungguhnya dalam bayan/penjelasan mengandung sihir", padahal sihir diharamkan oleh agama. Namun makna sihir dalam ucapan Nabi ini adalah majazi, yang maksudnya bahwa orator dapat menundukkan hati orang lain dengan keindahan orasinya, sebagaimana penyihir dapat menundukkan hati orang lain dengan jampi-jampi dan ketangkasannya51.
Saya berpandangan bahwa tidak semua penghukuman terhadap suatu perkara itu karena penamaannya, tapi lebih dihukumi karena maksud mereka dari penamaan tersebut. Apalagi –dalam masalah hukum tasawuf- Ibnu Taimiyyahpun tidak menghukumi secara general bahwa semua sufi itu sesat, sebagaimana perkataan beliau dalam Al Fatawa Kubrâ, juz II, hlm. 202 "Diantara mereka ada para mujtahid yang ta'at kepada Allah, sebagaimana juga seperti orang-orang ta'at dari luar golongan mereka,..... Diantara mereka ada juga yang berdosa lalu kembali bertaubat dan ada juga yang tidak kembali bertaubat"52. Jika kita menggebyah uyah (mengeneralisir) para sufi sebagai orang sesat, lalu bagaimana dengan para ulama dan zahid seperti; Abdullah Ibnu Mubarak, Fudlail bin Iyadl, Ibrahim Ibnu Adham, Abu salamah Addarini, Sahal Ibnu Abdullah At Tastasni ?, padahal mereka adalah Salafus Shalih.
Adapun jika ada pengikut IM yang memasuki tarekat sufi –seperti juga Albanna-, itu merupakan inisiatif mereka sendiri bukan atas kebijakan jama'ah IM. Begitupun jika ada yang mengikuti aliran akidah lainnya, seperti Maturidiah, Asy'ariyah, Mu'tazilah, dll. Sebagaimana Sayyid Hawwa yang meyakini ideologi Asyariyyah dan Maturidiyyah, dalam bukunya Jaulât Al Fiqhain Alkabîr wal Akbar di jaulah ke IV hlm. 66 dia berkata "Aku sandarkan problem akidah umat kepada dua orang: Abul Hasan Al Asy'ari dan Abu Manshur Al Maturidi"53, ini bukan atas kebijakan jama'ah IM.

2. IM dan Syi'ah
Banyak orang yang beranggapan bahwa IM mensupport da'wah kelompok Syi'ah, dan IM sendiri menganggap bahwa tidak adanya perbedaan antara Syi'ah dengan Sunnah, kecuali hanya perbedaan layaknya perbedaan madzhab Fiqih dalam jama'ah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, semisal; Hanafiah, Malikiah, Syafi'iyyah dan Hanbaliyyah. Terlebih lagi anggapan ini diamini oleh Muhammad Al Ghazali dalam bukunya Kaifa Nafhamul Islâm, hlm. 144-145, berkata "Sesungguhnya jarak antara Syi'ah dan Sunni layaknya jarak antara madzhab fiqih Abu Hanifah dengan madzhab fiqih Malik atau Syafi'i"54.
Penuturan Muhammad Al Ghazali ini saya pandang terlalu berlebihan dan memudahkan permasalahan, dengan menganalogikan perbedaan Syi'ah dengan Sunni layaknya perbedaan madzhab-madzhab fiqih. Saya yakin Muhammad Al Ghazali tahu bahwa Syi'ah berkeyakinan para Imam mereka ma'shum, dan mereka mereduksi masalah imamiah ke dalam ranah akidah, karena menurut mereka imamiah merupakan salah satu rukun Islam55. Bahkan mereka meyakini bahwa Al Qur'an yang dipegang oleh orang-orang Sunni, tidak sesuai dengan Al Qur'an yang asli, disamping mereka juga banyak yang mencela para sahabat Rasulullah.
Padahal yang diusung Albanna ketika mengadakan pertemuan dengan para ulama Syi'ah, adalah ingin mengajak rekonsiliasi (Taqrîb) antara Syi'ah dan Sunni, bukannya hendak menyamakan mereka seperti madzhab Fiqih dalam jama'ah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Ini senada dengan ucapan Umar At Tilmisani dalam salah satu makalahnya yang ditulis di Majalah Ad Da'wah edisi 105, tahun 1985 dengan judul Syi'ah dan Sunnah "Rekonsiliasi antara Syi'ah dan Sunni adalah kewajiban para fuqaha saat ini" dan ucapannya yang lain "Para Fuqaha kita mesti bersama menyuarakan ide rekonsiliasi, sebagai usaha mempersiapkan masa depan muslim"56. Dengan usaha rekonsiliasi ini setidaknya dapat menjaga pertumpahan darah muslimin dan menjaga kampung halaman mereka57.
Adapun kebahagiaan IM kepada Revolusioner Al Khumaini pasca revolusi Iran, adalah sebagai bentuk ucapan selamat atas keberhasilan mereka meruntuhkan kekuasaan feodal rezim Syah Reza Pahlevi yang menjadi negara boneka Amerika Serikat. Sikap IM ini persis seperti bahagianya Rasul ketika mendengar janji Allah bahwa Romawi akan mengalahkan Persia58.
Usaha rekonsiliasi ini saya pandang mesti kembali diadakan, melihat banyak terjadi pertumpahan darah antara Syi'ah dan Sunni yang sampai saat ini belum juga usai, semisal di Iraq.

3. IM dan Heresy (Takfîr)
Terma heresy mulai bergejolak dan ramai digunakan pada masa pemenjaraan para tahanan politik Jamal Abdun Nasir. Pemerintahan Jamal yang mengedepankan sikap represif (penindasan), ini malah melahirkan kemelut-kemelut baru pada pemerintahan Anwar Sadat. Kondisi pemenjaraan yang menyeramkan, berbagai alat penyiksaan berjejer siap menyakiti tubuh-tubuh tahanan. Hidangan mereka setiap hari adalah kerja keras dan penyiksaan. Sel-sel penjara banjir dengan darah yang menetes dari tubuh-tubuh para tahanan, yang disiksa dengan cambuk dan popor senapan. Di sudut lain, Jamal malah semakin intens menjalin hubungan dengan Barat dan Komunis. Simbol-simbol keislaman mereka hinakan dan dipaksa untuk dihapuskan, perayaan maulid Nabi dia ganti dengan merayakan kelahiran Lenin (Tokoh Komunis).
Maka tidak heran, jika kondisi pemenjaraan seperti ini melahirkan sebagian anggota IM –terdapat ribuan anggota IM yang menjadi tahanan politik- yang putus asa untuk berda'wah dengan jalan damai kepada pemerintah, sehingga mereka lebih memilih jalan radikal dan bahkan mengkafirkan pemerintah. Dipemenjaraan seperti inilah, Sayyid Qutub menulis buku fenomenalnya yang berjudul Ma'âlim fit Tharîq59. Buku yang mengusung semangat uzlah (mengasingkan diri dari masyarakat) dan menganggap jahiliyyah masyarakat dan pemerintah saat itu. Buku inilah yang menghantarkan Sayyid Qutub ke tiang gantungan.
Buku Sayyid Qutub ini menjadi santapan orang-orang IM dan kawan-kawan sepemenjaraan lainnya, sehingga sedikit banyaknya telah melahirkan da'i-da'i radikal. Sebut saja Syukri Mustafa yang sewaktu dipenjara bersama Sayyid Qutub, sering melakukan halaqah-halaqah dan mendoktrin teman-temannya dengan ide-ide radikalnya, yang saya pandang ide-idenya mirip dengan ide-ide yang dilontarkan Sayyid Qutub dalam Ma'âlim fit Tharîq.
Karenanya ketika pada pemerintahan Anwar Sadat, para tahanan politik banyak dibebaskan, termasuk Syukri Mustafa. Syukri langsung memobilisasi mulai massa untuk uzlah ke gunung, dan mengkafirkan sekaligus mengharamkan berinteraksi dengan pemerintah. Kelompok ini dia namakan jama'ah Takfir wal Hijrah. Namun akhirnya Syukri mati di tiang gantungan karena bersama pengikutnya telah membunuh menteri perwakafan, syaikh Adz Dzahabi60.
Di waktu pemenjaraan, Hasan Hudlaibi telah mewanti-wanti kepada anggota IM agar berhati-hati dengan pemikiran radikal Syukri Mustafa. Karena itu beliau menyambut baik usaha beberapa anggota IM yang menulis buku Du'at Lâ Qudât, dengan maksud agar dibaca kawan-kawan IM yang berada di penjara dan menolak radikalisme. Bahkan IM sendiri tidak menyetujui sikap pengkafiran terhadap masyarakat dan pemerintah, karenanya menurut Salim Al Bahansawi, Sayyid Qutub tidak bermaksud untuk mengkafirkan masyarakat dan pemerintah, hanya orang-orang saja yang miss-interpretasi terhadap buku Ma'âlim fit Tharîq.
Ketika Sayyid Qutub dalam bukunya itu mengatakan jahiliyyah kepada masyarakat saat itu, ini bukan berarti dia menganggap murtad masyarakat. Tapi maksud jahiliyyah disini adalah kemaksiatan, sebagaimana dalam surat Al Ahzâb: 33 yang melarang kaum wanita bermaksiat dengan cara berhias ala jahiliyyah dahulu61. Adapun maksud Uzlah yanga diutarakan Sayyid Qutub bukan berarti mengasingkan diri hijrah ke gunung, pisah dari keluarga dan membangun darul Islam disana. Tapi maksudnya yaitu uzlah hati dari kondisi masyarakat62.
Namun kedua terma ini kemudian menjadi salah tafsir dari Syukri, dan saya memandang miss-interpretasi ini terjadi karena Sayyid Qutub tidak menjelaskan maksud dari kedua terma ini dengan sejelas-jelasnya, padahal banyak di setiap kalimat bukunya menggunakan ta'bir sastra. Usaha penjelasan ini sebenarnya mungkin dilakukan, apalagi waktu itu dia satu pemenjaraan dengan Syukri Mustafa.
Tugas kita kali ini adalah memberantas heresy dan radikalisme di tubuh-tubuh kelompok Islam, yang bisa kita awali dengan memberantas jiwa taqlid dan ta'ashub. Contohnya seperti ucapan ta'ashubnya Sa'id Hawwa dalam Al Madkhâl ilâ da'wah Al Ikhwân Al Muslimîn, hlm. 26: "Pergerakan IM adalah jama'ah yang seyogyanya muslimin menaruh tangan di tangannya"63 maksudnya masuk ke jama'ah IM. Karena dengan ta'ashub, berarti kita sudah mengibarkan bendera kejahiliyyahan (baca: Kemaksiatan), sebagaimana sabda Rasul: "Barangsiapa yang berperang di bawah bendera kebodohan dan benci karena ta'ashub, dan berpihak karena ta'ashub, mengajak kepada ta'ashub. Lalu jika ia terbunuh, maka terbunuhnya itu secara Jahiliyyah”64.

Secercah Harapan
Tiada kisah dan sejarah yang tidak akan berakhir, dan semua orang pasti menginginkan akhir yang bahagia (Happy ending). Begitupun dengan sejarah perjalanan Islam dan Muslimin, pasti akan berakhir. Namun akan berakhir dengan kebahagiaan. Karena ini memang merupakan janji Allah dan Rasul-Nya. Dan kita saat ini hanya bisa memilih, apakah ingin menjadi orang yang bergabung merasakan kebahagiaan nanti, ataukah hancur lebur bersama orang-orang yang dirundung kekalahan ?.
Jika kita tidak perduli dengan problematika umat Isam saat ini, individualistik dan hidup hanya mengejar kesenangan sesaat. Berarti kita lebih memilih pilihan kedua, yaitu bergabung bersama orang-orang kalah. Nabi Muhammad Saw. menamakan kelompok ini dengan "Manusia Buih" sebagaimana dalam sabda-Nya: "Hampir saja bangsa-bangsa akan memperebutkan kalian dari seluruh penjuru, seperti orang memperebutkan makanan", para sahabat bertanya "Apakah kita pada saat itu sedikit, wahai Rasulullah Saw.?", beliau menjawab "Bahkan kalian saat itu berjumlah banyak, namun kalian seperti buih di atas air, dan Allah Swt. mencabut rasa takut terhadap kalian dalam dada musuh-musuh kalian, sementara Dia akan meletakan Wahn (kelemahan) dalam hati kalian". Para sahabat kembali bertanya, "Apakah Wahn itu wahai Rasulullah?", beliau menjawab "Cinta dunia dan takut mati" 65.
Lebih jauh lagi, hadits ini menunjukkan sumber kondisi yang berbahaya yang membuat umat menjadi seperti buih, yaitu faktor kejiwaan dan moral. Bukan karena faktor materi atau ekonomi. Ia adalah penyakit dari segala penyakit, seperti penyakit inferioritas yang masuk dalam jiwa dan merubahnya menjadi kerdil serta merusaknya 66. Sehingga umat Islam yang saat ini berjumlah 1. 179.326.000, tunduk dalam hegemoni (Haimanah) Yahudi yang hanya berjumlah 15.050.00067.
Namun jika kita ingin menjadi golongan yang berbahagia di akhirnya, maka kita mesti siap mengorbankan jiwa, raga, keluarga dan harta untuk izzah Islam wal Muslimin. Menjadi mata rantai penyebaran Islam ke pelosok dunia, sebagaimana janji Nabi Saw "Islam akan mencapai wilayah yang dicapai siang dan malam. Allah tidak akan membiarkan rumah yang mewah maupun rumah yang sederhana, kecuali akan memasukkan agama ini ke dalamnya. Dengan memuliakan orang yang mulia atau dengan menghinakan orang yang hina. Mulia karena dimuliakan Allah disebabkan keislamannya dan hina karena dihinakan Allah disebabkan kekafirannya"68.
Juga kita siap menjadi pion-pion, yang akan menegakkan khilafah Islamiyah yang telah dijanjikan Rasulullah kepada umat Islam. Dalam sabdanya "Masa kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang masa kekhilafahan atas manhaj kenabian selama beberapa masa hingga Allah mengangkatnya, kemudian datang masa kerajaan dzalim selama beberapa masa, selanjutnya datang masa kerajaan diktator dan totaliter dalam beberapa aamasa hingga waktu yang ditentukan Allah. Setelah itu akan (terulang kembali) kekhilafahan atas manhaj kenabian" kemudian Rasullah berdiam69.
Ingat, Islam adalah satu-satunya peradaban yang mampu membuat Barat selalu berada dalam keraguan antara hidup dan mati 70, sebab bagi Barat, yang menjadi "ganjalan" utama bukanlah fundamentalisme Islam, tapi Islam itu sendiri71. Peradaban barat saat ini sedang dalam babakan terakhir, atau menurut Fukuyama "The end of History". Jika memang babakan kemenangan Islam sebentar lagi, apakah kita hanya akan termangu menjadi penonton?.
Tugas yang bisa kita lakukan saat ini adalah: Kembali kepada Al Qur'an dan As Sunnah, karena dua pegangan inilah yang menjadi sandaran kegemilangan peradaban Islam dahulu. Perkuat barisan, karena dengan ini kita tidak lagi disibukan dengan skisma dan heresy. Islamisasi ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan bisa memperkuat peradaban, sebagaimana dahulu jaman khalifah Al Manshur, Harun Ar Rasyid dan Al Ma'mun peradaban Islam semakin gemilang karena menterjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari Yunani, Persia dan India, seperti; Astronomi, matematika, sastra, dll72. Kemudian ilmu-ilmu ini diislamisasikan dengan mengambil yang tidak bertentangan dengan Al Qur'an da As Sunnah, setelah itu dikembangkan oleh ulama-ulama Islam. Dan bahkan Barat bisa seperti sekarang ini karena ilmu pengetahuan, yang sebenarnya mereka ambil dari ulama-ulama muslim. Sebut saja Adam Smith (1776 M) –Bapak ekonomi Barat- menulis buku Wealth of Nation, yang disuga mendapat inspirasi dari buku Al Amwâl karangan Abu Ubaid (838 M). Perkuat pertahanan militer, karena dengan ini akan menambah wibawa Islam di hadapan musuh-musuhnya. Dan Last but not least, Tentukan musuh bersama umat Islam, karena dengan ini bisa menyamakan barisan umat Islam.

Epilog
Ketika Sosialis, Komunis, Kapitalis, dan ideologi lainnya berebut menawarkan sistem tata negara. Umat Islam kali ini malah inferioritas bahkan enggan memakai sistem kenegaraan yang diberikan Tuhannya. Padahal Allah sudah menjanjikan "Secara tegas Allah telah menjanjikan sesuatu kepada orang-orang yang mempercayai kebenaran, tunduk kepadanya dan mengerjakan amal saleh. Yaitu, Dia akan menjadikan mereka sebagai pengganti orang-orang terdahulu yang mewarisi kekuasaan di muka bumi, seperti halnya orang-orang yang telah mendahului mereka. Allah juga akan meneguhkan bagi mereka agama Islam sebagai agama kepasrahan yang diridai-Nya. Dengan demikian, kalian menjadi memiliki wibawa dan kekuasaan. Begitu pula Allah akan mengganti keadaan mereka dari rasa takut menjadi rasa aman, sehingga kalian dapat beribadah dengan tenang dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun dalam beribadah. Barangsiapa memilih untuk kafir setelah datangnya janji yang benar ini, atau keluar dari agama Islam, sesungguhnya mereka itu adalah orang- orang yang fasik, ingkar dan membangkang" (An Nûr: 55).
In Urîdu illal ishlâha mastatha’tu


1. An Nashr: 2.
2. Dr. Muhammad Husain Haikal, Hayâtu Muhammad Sallallâhu 'alaihi wa sallam, Mathba' Al Hai'ah Al 'âmah lil Kitâb, cet. V, hlm. 514.
3. Muhammad Ahmad Khidir, Mâ Bainal Umârain, Mathba' Al Hai'ah Al 'âmah lil Kitâb, 2006, hlm. 83.
4. Ibid, hlm. 99
5. Istilah Diwan ini diambil dari bahasa Persia yang berarti "Daftar" (Ibid, hlm. 140).
6. Ibid, hlm. 179
7. Al Qadli Abu Bakar Ibnul Arabi, Al 'awâshim minal Qawâsim, Maktabah Salafiah: Cairo, cet. VII, 2000.
8. Ibid
9. Mahmud Jami', Wa 'Araftul Ikhwân, Dârut Tauzi' wan Nasyr Al Islâmiyyah: Port Said, 2003, hlm. 13.
10. Ibid, hlm. 13
11. Adian Husainai, Wajah Peradaban Barat, Gema Insani: Jakarta, 2005, hlm. 271.
12. Taha Husain, Mustaqbal Ats Tsaqâfah fî Mashri, hlm. 41.
13. Ali Abdul Halim Mahmud, Wasâil Tarbiyyah, Dârut Tauzi' wan Nasyr Al Islâmiyyah: Port Said, 2003, hlm. 7.
14. Mahmud Jami', Op Cit, hlm. 14-15.
15. Ibid, hlm. 15.
16. Ibid, hlm. 29.
17. Ibid, hlm. 25.
18. Ibid, hlm. 26.
19. Ibid, hlm. 55.
20. Ibid, hlm. 83-84
21. Hasan Albanna, Majmu'atur Rasâ'il, Dârud Da'wah, Alexandria: 1998, hlm. 184-186.
22. Mahmud Jami', Op Cit, hlm. 107.
23. Ibid, hlm. 112.
24. Ibid, hlm. 34.
25. Jum'ah Amin Abdul Aziz, Fahmul Islâm; fî Dzilâlil Ushûlul Isyrîn, Dârud Da'wah, Alexandria: 2004, cet. VI, hlm. 12.
26. Al Ahzâb: 21
27. Al Mâidah: 15-16
28. Hasan Albanna, Op Cit, hlm. 111-112.
29. Jum'ah Amin Abdul Aziz, Op Cit, hlm. 36.
30. Hasan Albanna, Op Cit, hlm. 115
31. Ibid, hlm. 170.
32. Ibid, hlm. 164.
33. Ibid, hlm. 95.
34. Hasan Albanna, Op Cit, hlm. 33.
35. Ali Abdul Halim Mahmud, Wasâ'il At Tarbiyyah 'inda Al Ikhwân Al Muslimîn, Dârut Tauzi' wan Nasyr Al Islâmiyyah: Port Said.
36. Semacam halaqah yang bertujuan untuk: 1. Membentuk manusia paripurna, 2. Mempererat tali persaudaraan antar anggota, 3. Mereduksi ukhuwah dari ranah teori ke ranah aplikasi, 4. Mempermudah menyambung link antar anggota, 5. Membangun modal jama'ah, 6. Menjalani mediasi ini wajib bagi anggota jama'ah, 7. Mediasi (baca: Usrah) ini layaknya urat saraf jama'ah dalam skup personal, sosial dan material. Sedangkan persatuan adalah cita-cita Islam dan Muslimin. (Ibid, hlm. 104).
37. Penyatuan antar personal dan Usrah dalam satu acara yang bersisi tarbiyah ruhiyah, melunakan hati, mensucikan jiwa dan membiasakan anggota badan selalu siap untuk beribadh, tahajjud, dzikir, tadabur dan tafakur (Ibid, hlm. 207)
38. Biasanya dilakukan sebulan sekali bersama beberapa Usrah (Ibid, hlm. 231).
39. Semacam kepramukaan, mengenal persenjataan dan siasat perang (Ibid, hlm. 247).
40. Dilakukan secara intens dengan masa yang sudah ditentukan. Di acara ini sekumpulan Usrah, dihidangkan kuliah-kuliah, riset, training dengan tema yang sudah ditentukan (Ibid, hlm. 271).
41. Biasa dihadiri oleh para pakar dari berbagai bidang keilmuan untuk meriset dan mempelajari problem dan kasus (Ibid, hlm. 284).
42. Perhelatan besar untuk memusyawarahkan dan meriset topik dan kasus penting (Ibid, hlm. 308).
43. Hasan Albanna, Op Cit, hlm. 83-87.
44. Muhammad Ibnu Saif Al 'Ajami, Waqafât ma'a Kitâb Lid Du'ât Faqat, Maktabah Al Hunafâ'a, hlm. 40.
45. Mahmud Jami', Op Cit, hlm. 17.
46. Muhammad Ibnu Saif Al 'Ajami , Op Cit, hlm. 41.
47. Hasan Albanna, Op Cit, hlm. 170.
48. Prof. DR. Taufiq Al Wa'i, Al Ikhwânul Muslimûn, Kubrâl Harakât Al Islâmiyyah; Syubhât wa Rudûd, Maktabah Al Manâr Al Islâmiyyah, Kuwait:2001, hlm. 33.
49. Darâwîsy adalah jama' dari Darwîsy yang berarti pertapa yang berkelana (Mu'jam Al Wajîz, Wizârah Tarbiyyah wa Ta'lim, 1999, hlm. 226)
50. Hasan Albanna, Op Cit, hlm. 97.
51. Jum'ah Amin Abdul Aziz, Op Cit, hlm. 52.
52. Ibid, hlm. 55.
53. Muhammad Ibnu Saif Al 'Ajami, Op Cit, hlm. 14.
54. Ibid, hlm. 5.
55. Sabda Islam Progresif, sub-judul Wilâyât Al Faqîh, Ahmad Ginanjar Sya'ban, Lakpesdan: Kairo, 2006, hlm. 112.
56. Muhammad Ibnu Saif Al 'Ajami, Op Cit, hlm. 57.
57. Prof. DR. Taufiq Al Wa'i, Op Cit, hlm. 239.
58. Ar Rûm: 1-5.
59. Mahmud Jami', Op Cit, hlm. 141.
60. Ibid, hlm. 147.
61. Salim Al Bahansawi, Adlwâun 'ala Ma'âlim fit Tharîq, Dârul Wafâ, Manshurah:1999, hlm. 28.
62. Ibid, hlm. 43.
63. Muhammad Ibnu Saif Al 'Ajami, Op Cit, hlm. 77.
64. HR. Muslim juz III hal. 1.478. Baihaqi dan yang lainnya.
65. HR. Ahmad dan Abu Daud.
66. Yusuf Al Qardhawi, As Sunnah Mashdar lil Ma'rifati wal Hadlârah, edisi terjemahan Indonesia, Gema Insani Press, Jakarta:1998, hlm. 215.
67. Samuel P. Huntington, The Clash of Civilization; and remaking of world order, edisi terjemahan Indonesia, Qalam, Yogyakarta:2003 cet. VII.
68. HR. Ahmad dalam Musnad.
69. HR. Ahmad.
70. Samuel P. Huntington, Op Cit, hlm. 389.
71. Ibid, hlm. 409.
72. Prof. DR. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Rosda, Bandung: 2001, cet. IX, hlm. 240.

No comments: